7 Maret 2012

Kemana Risalah Hukum Indonesia Berlabuh?

Negara Indonesia adalah negara hukum (UUD 1945 Pasal 1 ayat 3).
Indonesia tengah mengalami degradasi moral hukum dalam kurun beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dan diamati dari berbagai kasus hukum dan korupsi yang tak lagi punya transparansi dan ketegasan di dalamnya. Undang-Undang dan berbagai peraturan pemerintah dibuat sebagai formalitas penggerakan sebuah roda pemerintahan yang rapuh di dalam namun terlihat kinclong di luar.
Kedaulatan hukum tak lagi berfungsi secara maksimal. Meskipun terdapat sedikit “orang baik” di badan pemerintahan, namun andil mereka tak cukup untuk meruntuhkan benteng kemunafikan. Mereka terbenamkan oleh lumpur politik yang kian pekat hari demi hari. Dan rakyat tak jua mendapatkan transparansi dan realisasi nyata akan janji-janji penumpasan kebiadaban “pencuri” uang rakyat.
Masih ingat dengan kasus tuduhan korupsi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit-Chandra yang dibantai habis-habisan oleh anggota DPR, Undang-Undang pengebiri ruang gerak mobilitas KPK, skandal Bank Century, ataupun penggelapan dana pembangunan Wisma Atlet, Palembang. Semua kasus di atas dianalogikan sebagai fenomena gunung api bawah laut, dimana hanya sebagian kecil yang terlihat dari permukaan, namun bila ditelisik lebih dalam, banyak sekali kasus-kasus serupa yang belum terungkap.
Kinerja pemerintahan yang terkesan lemot dan lemah memperburuk citra pemerintah di mata rakyat. Masih hangat di ingatan bahwa Surat Kuasa Penangkapan Gayus dan Nazarudin telat keluar sehingga mereka mampu menyelamatkan diri ke wilayah negara tetangga yang belum mengadakan perjanjian kerja sama bilateral dalam kasus penangkapan tersangka kasus pidana/perdata yang bersembunyi ataupun melarikan diri.
Singapura merupakan bukti nyata. Negara tetangga ini disinyalir menerima devisa negara yang besar dari sejumlah tersangka kasus pidana/perdata Indonesia yang memilih untuk bersembunyi dari kejaran aparat Indonesia. Sebut saja Gayus, Nazarudin, Miranda Goeltom yang pernah sliweran di negara tersebut dengan jaminan pengamanan dari pemerintah Singapura. Atau izin berobat ke luar negeri secara tiba-tiba sebelum pengadilan putusan kasus korupsi dilaksanakan. Pertanyaannya sekarang, apakah pemerintah terserang wabah demam pengadilan? Jika pengadilan merupakan alergi tersendiri bagi pelaku kasus pidana korupsi, mengapa tak berikan “vaksin” pengadilan bagi para tersangka.
Berbagai skenario yang dilakukan dengan dalih skandal hukum Indonesia ini telah mencoreng nama baik Indonesia di kancah internasional. Menghabiskan dana rakyat untuk “jalan-jalan “ sembari menunggu putusan pengadilan yang diringankan. Ironis memang, jika melihat di sisi lain rakyat masih kelaparan, putus sekolah, ataupun bertindak kriminal hanya demi memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang kian mencekik.
Jika kita tinjau lebih dalam, bukankah hakikat pemerintah sebagai wakil dan pelayan rakyat telah melenceng jauh. Sehingga jangan salahkan rakyat bila pada banyak pemilihan anggota pemerintah, rakyat cenderung golput daripada bersuara.
Risalah hukum Indonesia harusnya jelas berlabuh pada bangsanya sendiri. Namun ketika hati nurani pemerintah dipertanyakan, ketika rakyat menaruh mosi tidak percaya pada pemerintahnya, lantas apatah birokrasi negara akan berjalan dengan baik?(VIT)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons